Mahasiswa Prodi KPI FDK IAIH Pancor
Dua sahabat dekat sedang terlihat duduk bersama di pinggiran sungai. Gemericik air yang mengalir memberikan ketenangan jiwa bagi pendengarnya. Ikan-ikan kecil terlihat berenang ke tepian, bersembunyi dibalik rerumputan liar.
Wajah Emet masih terlihat muram, matanya memerah, pandangannya kosong menatap ke depan.
"Sudahlah, Met. Ikhlaskan semua yang terjadii" Madi menepuk-nepuk pundak Emet, berusaha menyalurkan ketegaran.
"Kamu tidak mengerti perasaanku yang sebenarnya, hati ini sakit dan perih. Masa depanku suram. Kamu bisa dengan mudah mengatakan kata ikhlas karena tidak mengalaminya sendiri", pungkas Emet.
Emet memang masih berkabung. Dia kehilangan sosok tergagah dalam hidupnya tepat pada hari pengumuman kelulusan SMK. Saat itu, Emet yang pulang sekolah dengan membawa kabar kelulusan justru harus menghadapi kenyataan pahit. Ayahnya mengalami serangan jantung saat hendak berangkat kerja.
Derai air mata Emet tidak dapat dibendung. Kebahagiannya sirna seketika. Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan terkendala dengan biaya. Ibu Emet bukanlah seorang wanita pekerja. Pekerjaannya selama ini hanya mengurus rumah tangga.
Emet mulai berpikir bak orang dewasa. Dia mengubur keinginannya untuk menempuh pendidikan dan lebih memilih untuk bekerja sebagai tukang parkir asalkan mendapatkan penghasilan.
"Met, kamu tidak boleh terus bersikap seperti ini. Emet yang aku kenal punya semangat hidup yang tinggi. Dia tidak gampang menyerah dengan keadaan. Percayalah! Ada hikmah pada setiap musibah. Ayolah, masih ada waktu untuk mendaftar ke kampus IAI Hamzanwadi Pancor", Madi mencoba membujuk Emet untuk kesekian kali.
"Jika harus sekolah, siapa yang akan menanggung biaya hidupku bersama Ibu? Sekolahpun pasti membutuhkan banyak uang".
"Ibumu bisa bekerja dengan Mamaku. Membuat kue-kue tradisional dan menjualnya ke pasar. Kebetulan, beberapa minggu kedepan mama dapat pesanan yang cukup banyak. Ia pasti membutuhkan bantuan tambahan tenaga kerja", saran Madi.
Emet terlihat berpikir sejenak. Mempertimbangkan ucapan Madi. Jawab dalam lubuk hatinya, dia sangat ingin kuliah.
"Ingatlah akan keinginanmu untuk menjadi Youtuber terkenal! Ibumupun pasti akan memberikan dukungan terbaiknya. Orang tua sangat berharap agar anaknya berhasil menggapai mimpinya. Ayo, wujudkan mimpi itu dengan melangkah bersama!".
---
Beberapa hari telah berlalu, Emet akhirnya luluh dengan tawaran Madi. Kegigihan Madi dalam membujuk Emet mengantarkan mereka menjadi mahasiswa di kampus IAI Hamzanwadi Pancor. Emet diterima di Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, sedangkan Madi masuk di Program Studi Bimbingan dan Konsling Islam, satu fakultas yang sama yaitu Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
"Apakah kamu tidak bahagia?" tanya Madi saat mereka berjalan pulang dari kampus.
"Aku bahkan lupa bagaimana rasanya bahagia sejak kejadian itu" ungkap Emet.
"Setahun telah berlalu. Seharusnya kamu bisa segera bangkit. Do'a terbaik untuk Ayahmu senantiasa terus tercurah dalam sujud sholat. Sekarang, saatnya membuktikan kepada Ibumu jika anak lelakinya bisa diandalkan".
"Maksudmu?"
"Jadilah pribadi yang bertanggung jawab atas pilihanmu. Tunjukkan prestasi di kampus!".
Madi mengatakan hal tersebut karena nilai rapor Emet termasuk di bawah rata-rata. Padahal, Emet merupakan salah satu siswa berprestasi saat masih duduk di bangku SMK. Namun, saat ini nilainya merosot tajam.
"Raihlah keinginanmu selagi engkau masih memiliki kesempatan! Berusahalah untuk menjadikannya nyata, bukan hanya sebuah khayalan! Tentunya, semua ini membutuhkan kegigihan dan perjuangan," tukas Madi.
Perkataan Madi selalu terngiang dalam benak Emet. Ucapannya seakan menjadi cambuk semangat bagi Emet. Dia bertekad untuk mewujudkan keinginannya. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah belajar lebih giat.
"Terima kasih, Di. Kamu selalu memberiku semangat, memotivasi diri untuk segera bangkit dari titik terendah dalam hidup". Senyum mengembang dari wajahnya, kecerian yang setahun terakhir tidak pernah terlihat, kini mulai nampak nyata.
---
Sejak hari itu, kehidupan dua sehabat itu mulai berubah. Emet semakin giat belajar. Perlahan tapi pasti, prestasi keduanya meningkat. Mereka terpilih untuk mengikuti kompetisi yang di adakan di UIN Mataram.
Dua sahabat itu begitu bergembira atas kesempatan untuk berangkat ke pusat perkotaan. Pasalnya, selama ini mereka tinggal di pelosok Kabupaten Lombok Timur yang cukup jauh dari Kota Mataram. Perjalanan menuju ke sana membutuhkan waktu selama dua jam perjalanan darat.
---
Emet dan Madi beserta rombongan mahasiswa lain telah tiba di kota Mataram. Seorang dosen menemani mereka. Wisma Nusantara menjadi tempat menginap sebelum hari kompetisi tiba. Tempat ini sangat dekat dengan UIN Mataram.
Keesokkan paginya, mereka berjalan bersama menuju gerbang UIN Mataram. Mata mereka menatap takjub pada setiap bangunan di sana. Kesempatan itu mereka gunakan untuk menjelajahi kampus tersebut.
Sebuah gedung yang cukup besar, berlantai empat dengan dinding bercat putih dan hijau telah berdiri tegak di hadapan mereka. Halaman depan gedung dipenuhi banyak mahasiswa dari segala penjuru daerah kabupaten lain.
Kompetisi yang diadakan adalah Lomba Debat Bahasa Inggris yang terdiri dari tiga orang pada setiap tim. Emet dan Madi tidak berada dalam satu tim.
---
Pagi ini, Emet beserta rombongan telah berada di suatu mobil untuk pulang ke Pancor, Kabupaten Lombok Timur. Selama di perjalanan, mereka tampak melamun dengan khayalan masing-masing. Ada keinginan besar di hati Emet dan Madi untuk bisa melanjutkan kuliah S2 di UIN Mataram. Namun, keterbatasan ekonomi menghambat impian mereka.
Emet sudah menjadi anak yatim, sedangkan Madi memiliki satu orang adik yang masih duduk di bangku sekolah. Ayah Madi hanya seorang petani dengan tanah garapan yang tidak terlalu luas. Pendapatannya juga tidak menentu. Kadang serangan hama dapat menggagalkan panen. Beruntung, Ibu Madi memiliki keahlian untuk membuat kue. Justru dari usaha kue inilah, keluarganya dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Madi tidak sampai mengutarakan keinginannya untuk kuliah S2. Sementara itu, Emet sudah mengubur keinginannya tersebut. Namun, bukan berarti mereka menyerah dengan keadaan. Keyakinan kuat bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar tertanam di hati masing-masing.
Mobil terus melaju dengan lurus, terkadang juga harus melewati lintasan yang berkelok. Jalanan terjalpun tak urung dilalui. Begitupun perjalanan hidup, tidak semua hal berjalan mulus. Kadang memang harus melewati kesulitan dulu demi tercapai sebuah keinginan manis.
Pringgabaya, 17 Januari 2023