Tak terbayang sebelumnya, Kegigihan mereka membuat kami selalu rindu untuk datang lagi ke sana. Ketika kami memulai lapak baca dan menjejerkan buku-buku di atas berugak yang sudah mulai usang, riuh puluhan kaki dari belakang bergemuruh menggetarkan koridor sekolah yang berdebu dan terlihat sangat jelas beberapa lokasi yang retak ringan dan berat disebabkan oleh gempa yang sempat mengguncang Pulau Lombok beberapa tahun lalu.
Tangan mereka beradu halus merebut buku-buku yang kami jejerkan dari seri dunia binatang, cerita rakyat, kisah nusantara, dan buku-buku islami. Setelah mendapatkan buku yang mereka inginkan, mereka berlari ke bawah-bawah pohon yang rindang dan membuka buku, senyum mereka menghiasi halaman sekolah dan mereka berlomba menebak nama hewan dan tokoh yang ada di dalam buku. Terkadang mereka tak segan untuk bertanya kepada kami. Hal yang baru mereka temukan di dalam buku yang dipegang.
Terlihat keringat mengalir dari selah pipi dan kening mereka, lalu mengalir pelan ke philtrum. Pemandangan yang tak pernah kami temui sebelumnya, di tempat yang jauh ini kami memperoleh semangat yang luar biasa. Hatta, Swilir angin pantai menyelimuti tubuh yang kering.
Sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti kepala. Lalu apa kabar anak pelosok yang kesulitan mengakses buku? Sudah dekatkah anak pelosok dengan buku?
Pertanyaan yang timbul beberapa menit saat kami menyaksikan mereka bertukar cerita dengan buku-buku yang mereka baca. Sudah menjadi sangat pasti tingkat bacaan mereka tidak rendah, seperti anggapan orang-orang maupun pemerintah. Tapi, mereka kekurangan buku bacaan dan akses buku yang akan mereka baca.
(Komunitas Bhavana Lombok Timur)
Pancor, 25 Januari 2023