Lamunan asa dalam remang cahaya sang pelita malam.
Memancing tumpah isak tangisnya dalam diam.
Sukma yang tersiksa membuatnya tak mampu lagi bersuara.
Duka itu kini telah terlampau jauh merasuki dirinya.
Bisu dalam keheningan kelam kuasa sang raja.
Derita tak lagi membiarkan bahagia bahkan hanya sekedar menyapa dirinya.
Sang penyiksa tanpa belas kasihan menyayat sembilu dalam jiwa.
Memaksa sang duka tuk bersemedi abadi dalam relung sukma.
Aku rindu.
Ungkapnya pada sang rembulan.
Cahaya menenangkan membuat kilau air mata berjatuhan.
Mengarak awan menyingkirkan sang pelita malam.
Hujan tangis derita sang penanti.
Sungguh tak sanggup tuk di tahan lagi.
Kapan?
Penantian ini mengundang banyak jerit kesakitan.
Jiwanya kehilangan energi melampaui batas mampunya.
Raganya tak lagi sanggup menahan beban tubuhnya.
Sungguh terlampau hancur yang ia rasakan.
Dia jatuh tak berdaya dalam asanya.
Lemah.
Ia berjalan tergontai mencari dangau tuk bernaung.
Dingin menusuk lapisan sel-sel tubuh rampingnya.
Cahaya wajahnya memudar.
Gelisah tergurat jelas dalam garis manik matanya.
Menampakkan lelah akan angan yang kandas.
Hujan besorak gembira mengejek sambil tertawa.
Tanpa belas rasa menggelegar tawa sang badai menyelimuti semesta.
Deritanya terlalu menyiksa membuat iba sang cinta.
Seiring hujan berjatuhan menerpa.
Menghapus air mata tak kunjung reda.
Dilema menderai bak aliran darah dalam pembuluh vena.
Meluluh lantahkan irama tawa dan tangis menjadi satu dalam nyanyian semesta.
Senjapun tak lagi indah.
Hanya sepatah kata sapaan sileut menembus dedaunan rimbun di depannya.
Sungguh jingga tak lagi mampu membuatnya tertawa.
Rindu terlampau lama menyiksa jiwa yang terkurung dilema.
Ahhh sudahlah.
Biarlah rindu ini bersemedi di dalam sana.
Terlalu perih tuk menerima realita.
Dia terlalu jauh tuk digapainya.
Bak debu yang terbang hilang terhempas angin ketika senja.
Indah terlihat. Namun, sakit tuk di ungkap.
Rindu ini sungguh sangat menyiksa jiwa.
Biarlah ia hanyut dalam buaian syahdu sang waktu.
Biarlah impian menjadi semu dalam imajinasi buntu sang penyair rindu.
Diam! Bisu!
Tak lagi mampu bersuara.
Berharap sang waktu segera tiba.
Menjemput asa menjadi nyata.
Akan dia yang merindu bahagiakan bersua.
Nyanyian sang merpati menyambut diambang pintu duka.
Tekad bulat tuk bersua dalam lamunan angan hanya mimpi semata.
Yakinkan hati tuk terima.
Inilah realitanya.
Penantiannya menjadi sia-sia.
Rahmatina Zia Maharani
Mahasiswi Prodi Teknik Nuklir UGM
Yogyakarta, 02 Januari 2023