Notification

×

Iklan

Iklan

Skenario Tuhan Part 1

Rabu, 22 Maret 2023 | Maret 22, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-24T06:38:32Z

REFORMASI.net - Malam semakin gelap, awan yang  pekat menerka malam, bulan baru saja terlihat setelah  tertutup oleh awan sehingga mumunculkan Paramita padanya. Bram berjalan lunglai, hanya sebotol anggur  ditangan  kanannya.  Sebentar ia duduk dibawah pohon yang kering, sepertinya pohon itu sebentar lagi mati,  mahitala tak sudi lagi untuk meraatnya. Dia terdiam menatap  langit, air embun yang berjatuhan bersemayam pada keningnya. Rambut yang terurai ia rapikan lalu berjalan lagi. Sesampai didepan rumah yang gelap, ia celingak - celinguk seperti maling terkena jalan yang buntu.  ia meraba dibawah  pot bunga calla lily untuk mencari konci cadangan. 


Cekrek, pintu terbuka, suara decitan pintu mengutuk dirinya, ia sudah sampai pada ruang tamu yang sama gelapnya. Tiba-tiba lampu menyala dan menyilaukan  kedua matanya.

"anak kurang ajar" ucap ayahnya beringas 

Bram hanya terdiam, ia sudah   mati rasa dengan  omelan  ayahnya yang setiap malam menerka kuping dan perasaannya, Tetap ia hiraukan. 

Plakkkk. . 

Pukulan  itu membuat tanda pada pipinya, tamparan yang dahsyat dari seorang ayah. Namun Bram  masih  saja datar. Ia hendak berbicara.  Namun seperkian detik ia tahan. Sepertinya ada yang menjanggal pada sukmanya. Bunga calla lily  yang tadi  indah berubah menjadi layu sayu. Pandangan nya  sudah  melesat mi'raj ke awan. Ayahnya pergi  dengan makian  tajam,  anak durhaka, anak goblok, anak  nggak  tau diri, tak tau diuntung.  ucapan yang tajam  mencekik  perasaannya kali ini.  wajah  yang  berhias  nayanika  itu  berubah  menjadi  genengan  yang  meneteskan air kepiluan. Hingga arunika  menjelang, ia masih terkulai di pojok kamar dengan meratapi beban.


Kringg... Kringg.... Kering... 

Bunyi hp itu menjeda keheningan otaknya, sebentar,  Bram melihat, itu Karina, gadis  yang sudah tiga tahun Bram pacarin, semenjak hujan mendayu di pelataran kampus. 

"Bram, aku jemput ya" ucap Karina dengan suara yang mendayu-dayu. 

"iya" jawab Bram datar

"oke dah, tunggu" ucap Karin, masih dengan suara yang Asoy semlohay oke makjos markojos.


Kampus  pagi  hari, ketika satpam  sedang  sibuk  mengatur  motor mahasiswa yang masih saja memarkir motor dengan  sembarangan. Pluit pak satpam bersahutan dengan keributan mahasiswi yang sedang  bergosip tentang  pencabulan anak dibawah umur.  Bram  yang baru saja memarkirkan motor nya.  dan  ia melihat spion, terlihat bekas  tamparan ayahnya masih  melekat di wajahnya yang lonjong, cenderung tirus dan bersudut. 


"Bram, aku mau kenalin kamu ke ibuku," ucap karin malu-malu tapi ahh.. Begitulah perempuan terlalu abstrak lenggokannya. 

Bram terdiam, ia masih saja merapikan rambutnya, rambut mode Comma hair  dan mencoba menyamakan  noda matanya yang masih terlihat bengkak. 

"Bram, denger aku gak sih ?" tanya Karin memburu dengan wajah sedikit cemberut, namun yakinlah ia masih cantik, sekilas miri Jamine Tokes hanya saja Karina sedikit lebih putih.  

"iya, tapi kapan?" ucap Bram menaikkan alisnya yang runcing

"belum tahu sih, tapi dalam waktu dekat ini kok” jawab Karin 

"okedah, kabarin aja" kata beram sembari mengelus rambut Karin yang terurai memanjang. Wajah Karin yang  tadi sebal kini terlihat dahayu kembali, Matanya yang menyimpan segala Klandestin meraba dada Bram hingga sejuk.


Kebahagian kedua pemuda itu melintasi lorong kampus, tak henti-hentinya Bram menatap Karin, begitu juga dengan Karin, tak bosan-bosannya menanyakan lamaran Bram setelah wisuda nanti.  Asmaraloka terjalin di kampus yang hijau, bahkan sepanjang jalan cwiwit, cuit, cuit merangkak  keteliga  mereka berdua. Namun, dengan hati yang saat ini bak Nirwana, pastilah mereka  hiraukan.


Bram menganggap Karin adalah perempuan yang utuh baginya, bukan hanya parasnya yang indah seperti bunga Mandevilla. Juga  tutur  bahasanya  yang  sopan. dan Karina juga memiliki Eunoia. Hubungan mereka  terjalin  indah seperti  saat ini, tentunya hasil dari  perjuangan Bram  untuk mendapatkan Karin si paras indah bermata cinnamon.  Teringat beberapa tahun  yang lalu, Ketika Karin didekati oleh cowok lain, Bram yang  pertama  kali menitip  Bogeman  mentah pada wajah cowok itu, disaat  Karin yang  sedang  kebingungan  dengan masalah biaya SPP, Bram lah yang sukarela menjual jam mahalnya demi perempuan yang  ia sayang supaya tak bersedih lagi. dan banyak lagi perjuangan Bram yang tak bisa ia uraikan dengan mata  hati, yang  ia tahu, Karin  begitu indah dimatanya. Ia merasa telah jatuh hati pada  gadis yang tepat. 


Lantas , bagaimana Bram bisa mendapatkan Karin ? mungkin kalian akan bertanya demikian. Agar cwiwitt cuit cuit  itu selaras asmaraloka , yuk kita ceritakan, siap . oke yok gas…

Suatu  ketika, saat  itu  hujan turun sangat lebat menghujam dataran bumi.  saat itu, karin  sedang berteduh di pelataran kampus, Bram yang sendirian memandangi wanodyanya itu  dari kejauhan, ternyata ada udang dibalik derasnya hujan sore itu.  rasa ingin  mengutarakan  perasaan sudah tak terelakkan. Ia langkahkan kakinya, lalu ia kembalikan lagi, langkahkan lagi, di kembalikan lagi. Begitiu seterusnya “Kan kecoa lu, Bram.  kebalik tau rasa lu.”  keraguan merangkak ke hati. Bram mencoba menarik napas lalu mengebuskannya  kembali. Akhirnya Bram benar-benar mendatangi  Karin 


"mmm..kar" ucap Bram kikuk 

"eh iya Bram" ucap Karin  sembari mengusap air hujan yang jatuh pada wajahnya. 

Ah, Bram tak   kuasa melihatnya,  jantungnya seakan meledak  seperti Bom Hidrogen RDS-220,  bom yang pernah meledak di atas   Novaya Zemlya. Bram kikuk dibuatnya, karina juga kikuk, mereka  sama  kikuk nya. kedua sejoli itu kikuk-kikukan.  Bram  menggaruk kepala yang sebenarnya tak gatal. Karin juga mengusap wajahnya yang sebenarnya tak ada air yang menempel pada wajah seindah maldevilla itu. Kebingungan dan kikukan itu menyela pada hati mereka.

"jadi.. Mmm mm. Sebenarnya.. Mmmmm aku.."  sekali lagi terbata-bata Bram setelah melihat mata Karin yang indah cokelat cinnamon.

"apa Bram?" tanya Karin memburu 

"Kar, mm mm aku, aku, ee aku sebenarnya mencintaimu" 

Jederrrr…

meledak jantung Karin, apakah kuping mungil nya tak salah dengar?. Bram yang wajah rupawan, kaya raya, punya rumah Gedong, menyatakan perasaan kepada  seorang gadis  dari desa. Ahhh, mimpi apa Karin semalam.  Karin kikuk lagi, se kikuku-kikuknya. Awalnya Karin tak menyangka Bram  menyatakan  perasaan padanya,   diplataran kampus dengan ditemani  rintik hujan. Seharus nya di cafe Batavia kek, atau setidaknya di cafe Gran Via. Oh tidak, Karina tidak  sematre itu 

"kenapa kamu suka sama saya?" 

"kenapa kamu cinta sama saya?" 

 

Pertanyaan itu menggerogoti  otak dan  juga sukma, buih asmaraloka sebentar lagi bermekaran,  bukan  hanya  sekedar bunga  Lily of the Valley, tapi  lebih dari itu. Bram diam sejenak, ia menarik napas dan mengembuskannya kembali, Matanya tajam menatap  mata  Karin, begitu juga Kari tak kalah tajam nya. Mata mereka berpandangan   mesra. tak ada jamanika  yang menghalangi, kecuali suara napas mereka yang saling bersahutan.


"aku  tidak  punya  alasan untuk mencintaimu, sebab cinta memang tak ada alasan, ini tentang rasa, bukan ekspresi" ucap beram yakin. 


Duarrr.. Jantung Karin kembali meledak, ini bukan hanya bom hidrogen RDS- 220 tapi,  ini Bom Nuklir Mk-36 (10 Megaton). Karin terdiam setelah mendengar alasan kenapa Bram sampai jatuh hati pada nya, yang alasannya itu tanpa alasan. Karin dibuat jatuh ke palung Mariana. Ia usap lagi wajahnya yang sudah  mulai diendapi air hujan.

"jadi bagaimana?" tanya Bram  mencari kepastian 

"maukah engkau jadi jatukrama dalam hidup?" Tanya Bram lagi dengan menyatakan maksudnya, kini kehancuran dan keberuntung beda tipis pada pelupuk mata.

"mmm iya, aku mau" jawab Karin tak kalah yakinnya dengan Bram. 

Bram tersenyum dan hendak memeluk Karin yang terlihat kedinginan, seperkian detik Karin menangis tangan Bram. 

"ett ett ett, belum waktunya ya" ucap Karin menggoda

Saat  itulah, cinta mereka masih subur sampai saat Bram dan Karina sebentar lagi akan wisuda.


di meja kantor yang mengkilat, ayahnya sedang  duduk santai  didepan  laptop yang masih terbuka. terlihat plang  raksasa yang bertuliskan PT. Brama Putra tbk. Di bagian depan  perusahaan  yang raksasa.  Nama perusahaan  yang  megah  itu  adalah nama Bram dan juga ayahnya, Putra. Bram menyodorkan sebuah surat dari kampus institut Laksamana. Terlihat itu adalah undangan wisuda. Ayahnya menerima, walau sempat  memalingkan wajahnya yang  tak ingin melihat anak  bujang nya. Namun, mata ayahnya berkaca  juga. Ia tak bisa  menahan  rasa sakit gonjang  ganjing dalam bahtera rumah tangga mereka,  ketika  ibu Bram kabur dari  rumah membawa adiknya, dan menggugat untuk bercerai, alasan yang memang masuk akal. Saat itu, ayah Bram ketahuan berselingkuh dengan sekertaris nya sendiri. Saat itu  tanpa  sengaja ayah Bram ketahuan bermesraan di ruangan kerja nya oleh ibu Bram yang saat itu sedang mengantarkan makanan siang untuk suaminya. Bram saat itu masih kecil  yang dititp ke bibi Sri mengasuhnya. Dari hari itu, ibu Bram tak kunjung terlihat, begitu juga dengan adiknya Bram. Ibu dan anak kecil itu hilang entah kemana, ayah Bram  mencoba, mencari ke rumah mertua nya, tapi  naas. Ia tak menemukan ibu dan anak yang beruia satu tahun setengah itu. 


Ayah Bram berdiri dari kursi goyang nya, lalu mendekap erat tubuh Bram. Air matanya mengalir hangat di pundak Bram. Hingar bingar tangis ayah memecah  ruangan kerja. Bram diam tak berkata apa-apa, hanya  menjatuhkan  air  mata.  Ayahnya melepaskan badan Bram, lalu menatapnya tajam dan memeluknya kembali. 

"nak, maafkan papa ya" ucap ayahnya lirih 

Bram diam, hanya anggukan yang mewakili perasannya. 

Terlihat, senyum  tulus  dari seorang ayah pada anaknya, walaupun ayah Bram adalah ayah yang  bisa dikatakan ganas, suka memukul, memaki  Bram disaat kenakalan seorang remaja menerka hati seorang ayah,  namun ayahnya juga merasakan pahit begitu mendalam. Ayahnya hanya ingin melihat Bram sukses dikemudian  hari dan meneruskan apa yang sudah dirintis oleh ayahnya.


Sandyakala

(Komunitas Bhavana Lombok Timur)


Pancor, 23 Maret 2023

×
Berita Terbaru Update